A.
Awal Berdirinya Kerajaan Demak
Kerajaan Islam di Jawa adalah Demak yang berdiri pada
tahun 1478 M. Hal ini didasarkan atas jatuhnya kerajaan Majapahit yang diberi
tanda Candra Sengkala Sirna Hilang Kertaning Bumi, yang berarti tahun saka 1478
Masehi. Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Fatah, ia adalah anak dari Brwijaya
dan ibunya yang bernama Cempa yang berasal dari Cina. Raden Fatah selalu memajukan agama Islam dibantu oleh para
wali dan beberapa saudagar Islam.
Nama kecil Raden Fatah adalah Pangeran Jimbun. Menurut
sejarahya, dia merupakan putra dari raja Majapahit yang terakhir dari garwa
ampean, dan Raden Fatah dilahirkan di Palembang karena Arya Damar sudah masuk
Islam maka Raden Fatah dididik secara Islam, sehingga menjadi pemuda yang saat
taat terhadap agama Islam. Pada perkiraan tahun 1475 M, Raden Fatah mulai
melaksanakan perintah dari gurunya dengan jalan membuka madrasah atau pondok
pesantren di daerah tersebut. Rupanya tugas yang diberikan kepada Raden Fatah
dijalankan dengan sebaik-baiknya, lama kelamaan desa Glagahwangi ramai
dikunjungi oleh orang-orang. Tidak hanya menjadi pusat ilmu pengetahuan, tetapi
kemudian menjadi pusat perdagangan bahkan pada akhirnya menjadi pusat kerajaan
Islam Pertama di Jawa.
B.
Letak Geografis Kerjaan Demak
Secara geografis kerajaan Demak terletak di daerah
JawaTengah, tepatnya di tepi pantai pulau Jawa. Pada awal kemunculannya
kerajaan Demak mendapat bantuan dari para Bupati daerah pesisir Jawa Tengah dan
Jawa Timur yang telah menganut agama Islam. Sebelumnya daerah Demak bernama
Bintoro yang merupakan daerah vassal atau bawahan kerajaan Majapahit. Kekuasaan
pemerintahannya diberikan kepada Raden Fatah (Kerajaan Majapahit) yang ibunya
menganut agama Islam dan berasal dari Jeumpa (daerah Pasai).
Letak Demak sangat menguntungkan baik untuk perdagangan
maupun pertanian, pada zaman dahulu wilayah Demak terletak di tepi selat antara
pegunungan Muria dan Jawa, sebelumya selat itu rupanya agak lebar sehingga
dapat dilayari kapal dagang dari
Seamarang mengambil jalan pintas untuk ke
Palembang. Pada abad XVI Demak menjadi gudang padi dari daerah
pertanian di tepian selat tersebut.
konon kota Juwana merupakan pusatnya sekitar 1500 M, tetapi sekitar 1513 M
Juwana dihancurkan dan dikosongkan oleh Gusti Patih, panglima besar kerajaan
Majapahit yang bukan Islam. Ini kiranya merupakan perlawanan terakhir kerajaan
yang sudah tua itu setelah jatuhnya Juwana, Demak menjadi penguasa tunggal di
sebelah Selatan Pegunungan Muria. Yang menajdi penghubung antara Demak dengan
daerah pedalaman di Jawa Tengah adalah Sungai Serang yang sekarang bermuara di
Laut Jawa antara Demak dan Jepara.
Hasil panen sawah di daerah Demak rupanya sejak zaman
dahulu sudah baik dikarenakan kesempatan untuk mendapatkan pengaliran air sudah
cukup dan pesiapan padi untuk kebutuhan sendiridan untuk perdagangan masih
dapat ditambah oleh para penguasa di Demak.
C.
Kehidupan Politik, Ekonomi, dan Sosial Budaya
1.
Kehidupan Politik
Ketika kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran,
banyak bupati yang ada di daerah pantai utara Pulau Jawa melepaskan diri.
Bupati-bupati itu membentuk suatu persekutuan di bawah pimpinan Demak. Setelah
kerajaan Majapahit runtuh, berdirilah
kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam pertama dipulau Jawa. Adapun raja-raja
yangpernah memerintah kerajaan Demak adalah sebagai berikut :
1.1. Raden Fatah
Raden Fatah memerintah kerajaan Demak pada tahun 1500-1518
M. Di bawah pemerintahannya, kerajaan Demak berkembang dengan pesat karena
memiliki daerah pertanian yang luas senagai penghasil bahan makanan, terutama
beras. Oleh karena itu, kerajaan Demak menjadi kerajaan agraris dan maritim.
Barang ekspor kerajaan Demak antara lain beras, lilin dan madu yang di ekspor
ke Malaka, Maluku dan Samudera Pasai.
Pada masa awal pemerintahan Raden Fatah, wilayah
kekuasaan kerajaan Demak meliputi daerah Jepara, Tuban, Palembang, Jambi dan
beberapa daerah di Kalimantan. Disamping itu Demak meiliki pelabuhan-pelabuhan
penting yaitu seperti Jepara, Tuban Sedayu, Jaratan, Gresik yang berkembang
menjadi pelabuhan transito (penghubung).
1.2. Adipati Unus
Setelah Raden Fatah wafat tahta kerajaan kemudian
diberikan kepada Adipati Unus, dia memerintah demak pada tahun 1518-1521 M,
masa pemerintahan Adipati Unus tidak begitu lama karena ia meninggal di usia
masih muda dan tidak menimggalkan seorang putra mahkota. Sehingga tampuk
kekuasaannya diberikan kepada saudaranya yang bergelar Sultan Trenggana. Sejak
tahun 1509 Adipati Unus anak dari Rajen Fatah, telah bersiap untuk menyerang
Malaka, namun pada tahun 1511 telaah didahului oleh Portugis, tapi Adipati Unus
tidak mengurungkan niatnya, pada tahun 1512 demak mengirimkan armada perangnya
emuju Malaka. Namun setelah armada sampai di pantai Malaka, armada Pangeran
Sabrang Lor dihujani meriam oleh pasukan
Portugis, kemudian serangan kedua dilakukan pada tahun 1521 tetapi kembali
gagal, padahal kapal direnofasi dan menyesuaikan medan. Nanum kemajuan yang
pernah ia lakukan yaitu berhasil mengadakan perluasan wilayah kerajaan. Dia
menghilangkankerjaan Majapahit yang bergama Hindu yng saat itu sebagian
wilayahnya menjalin kerjasama dengan Portugis. Adipati Unus wafat pada tahun1521 M.
1.3. Sultan Trenggana
Sultan
Trenggana memerintah Demak pada tahun 1521-1546 M, dibawah pemerintahannya,
Kerajaan Demak mencapai masa kejayaan. Sultan Trenggana berusaha memperluas
daerah kekuasaannya hingga ke daerah jawa barat. Padatahun 1522 M, kerajaan
Demak mengirim pasukannya ke Jawa Barat di bawah pimpina Fatahilah,
daerah-daerah yang berhasil dikuasai antara lain Banten, Sunda Kelapa, dan
Cirebon. Penguasaan terhadap daerah ini bertujuan urnuk menggagalkan hubungan antara Portugis dan Kerajaan
Padjajaran. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh armada Demak pimpinan
Fatahilah. Dengan kemenagan itu Fatahilah mengganti nama sunda kelapa menjadi Jayakarta
yang berarti kemenangan penuh.
Dalam usaha memperluas
kekuasaannya di Jawa Timur. Sultan Trenggana memimpin sendiri pasukannya. Satu
persatu daerah Jawa Timur berhasil dikuasai sperti Madiun, Gresik, Tuban, dan
Malang. Akan tetapi saat menyerang Pasuruan 1546 M, Sultan Trenggana gugur.
Usahanya untuk memasukan kota pelabuhan yang kafir itu ke wilayahnya dengankekerasan
ternyata gagal. Di masa jayanya, Sultan Trenggana berkunjung kepada Sunan
Gunung Jati. Ternggana memperoleh gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Gelar Islam
seperti itu sebelumnya telah diberikan kepada Raden Fatah.
1.4. Sunan Prawata
Sunan
Prawata adalah nama lahirnya Raden
Mukmin. Ia memimpin pada tahun 1546-1549 M. Ia cenderung sebagai ahli agama
dari pada ahli politik. Pada masa kekuasaannya, daerah bawahan Demak seperti
Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembag bebas tanpa mampu dihalanginya.
Sunan Prawata dibunuh oleh oarang suruhan bupati Jipang Arya Penangsang yang
tak lain adalah sepupunya sendiri. Setelah kematiannya, Hadiwijaya memindahkan
pusat pemerintahan ke Pajang dan kesultanan Demak pun berakhir.
2.
Kehidupan Ekonomi
Letak Demak sangat strategis di jalur perdagangan
nusantara. Dalam kegiatan perdagangan Demak berperan sebagai penghubung antara
derah pengasil rempah di Indonesia bagian Timur dan Indonesia bagian Barat. Dengan demikian perdagangan
Demak semkain berkembang dan halini juga didukung oleh pengusaan Demak atas
pelabuhan-pelabuhan di derah pesisir pantai pulau Jawa. Sebagi kerajaan Islam
yang memiliki wilayah di pedalaman, maka demka juga memperahtikan masalah
pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi
komoditi dagang. Dengan demikin kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil
pertanian sehingga Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi.
3.
Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih
berdasarkan pada agama yaitu budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah
pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Sebagai pusat penyebaran Islam Demak
menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria,
Sunan Kudus, dan sunan Bonar. Para wali tersebut memiliki peran yang penting
pada masa perkembangan kerajaan Demak bahkan para wali tersebut menjadi
penasehat para raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan yang erat antara
raja ataupun bangaswan dan para wali ataupun ulama juga rakyat. Hubungan yang erat tersebut tercipta melalui pembinaan
masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren sehingga
terciptalah sebuah Uhkuwah Islaimyah.
Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang sangat
menarik yaitu dari peninggalan raja Demak. Salah satunya yaitu Masjid Demak,
dimana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang disebut
soko tatal. Masjid Demak ini dibangun pada masa pimpinan Sunan Kalijaga. Di
serambi depan masjid (pendopo) itulah ia menciptakan dasar-dasar perayaan
Sekaten (Maulid Nabi Muhammad Saw) yang sampai sekarang ini masih berlangsung
di Yogyakarta dan Cirebon.
D. Keruntuhan Kerajaan Demak
Setelah wafatnya Sultan Trenggana menimbulkan kekacauan
poltik yang hebat di Demak, negri-negri bagian (kadipaten) berusaha melepaskan
diri dan tidak mengakui lagi kekuasaan Demak. Di Demak sendiri terjadi
pertentangan diantara para waris yang saling berebut tahta. Orang yang
seharusnya menggantikan kedudukan Sultan Trenggono adalah pangeran Sekar Seda
Ing Lepen. Namun ia dibunuh oleh Sunan Prawoto yang berharap mewarisi tahta
kerajaan. Adaipati Jipang yang bernama Arya Penangsang, anak dari Pangeran
Sekar Seda Ing Lepen, tidak tinggal diam karena ia merasa berhak sehingga Sunan
Prawoto beserta pendukungnya berhasil dibunuh dan Arya Penagngsang berhasil
naik tahta. Akan tetapi Arya Penangsang tidak lama berkuasa karena kemudian ia
dikalahkan oleh Jaka Tingkir yang dibantu oleh Kiyai Gede Pamanahan, dan
putranya Sutawijaya, serta Ki Penjawi. Jaka Tingkir naik tahta dan penobatanya
dilakukan oleh Sunan Giri. Setelah menjadi raja, ia bergelar Sultan Handiwijaya
serta memindahkan pusat pemerintahannya dari Demak ke Pajang pada tahun 1568 M.
Sultan Hadiwijaya sangat menghormati orang-orang yang
telah membantunya dalam pertempuran melawan
Arya Penangsang. Kyai Ageng Pemanahan mendapatkan tanah Mataram dan Kyai
Penjawi diberi tanah di Pati. Keduanya diangkat menjadi bupati di daerah
tersebut. Sutawijaya, anak dari Kyai Ageng Pemanahan diangkat menjadi putra
angkat karena jasanya dalam menaklukkan Arya Penagsang. Ia pandai dalam bidang
keprajuritan. Setelah Kyai Ageng Pemanahan wafat. Putanya yang bernama Pangeran
Benawa daingkat menjadi penggantinya. Maka timbulah pemberontakan yang
dilakukan Arya Panggiri putra dari Sunan Purwoto, ia mempunyai hak atas tahta
Pajang. Pemberontakan tersebut dapat digagalkan oleh pangeran Benawan dengan
bantuan Sutawijaya. Pangeran Benawan menyadari bahwa dirinya lemah, tidak mampu
mengendalikan pemerintahan, apalagi menghadapi musuh-musuh dan bupati-bupati
yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Pajang kepada suadara angkatnya,
Sutawijaya pada tahun 1586. Pada saat Sutawijaya telah menjabat sebagai bupati
Mataram, sehingga pusat kerajaan Pajang dipindahkan ke Mataram.
D.
Bukti Peninggalan Kerajaan Demak
1.
Masjid Agung Demak
Peninggalan Kerajaan Demak yang paling
dikenal tentu adalah Masjid Agung Demak. Bangunan yang didirikan oleh walisongo
pada tahun 1479 ini masih berdiri kokoh hingga saat ini meski sudah mengalami
beberapa renovasi. Bangunan itu juga menjadi salah satu bukti bahwa Kerajaan
Demak pada masa silam telah menjadi pusat pengajaran dan penyebaran agama Islam
di Jawa.
2.
Pintu Bledek
Dalam bahasa
Indonesia bledek berarti petir. Oleh karena itu pintu bledek bisa diartikan
pintu petir. Pintu ini dibuat oleh Ki Ageng Selo pada tahun 1466 dan menjadi
pintu utama dari Masjid Agung Demak. Beradarkan cerita yang beredar pintu ini
dinamai bledek karena Ki Ageng Selo memang membuatnya dari petir yang
menyambar. Namun saat ini pintu bledek tidak lagi digunakan karena sudah lapuk.
Ia menjadi koleksi peninggalan kerajaan Demak dan disimpan di dalam Masjid
Agung Demak.
3.
Soko Tatal dan Soko Guru
Gambar 3. Soko Tatal dan Soko Guru (Google Image, 2011)
Soko Guru adalah tiang berdiameter
mncapai 1 meter yang bertugas sebagai penyangga tegak kokohnya Masjid Demak.
Ada 4 buah soko guru yang digunakan
masjid ini. Dan berdasarkan cerita soko guru tesebut dibuat oleh Kanjeng Sunan
Kalijaga, sang Sunan mendapatkan tugas untuk membuat tiang itu sendiri. Hanya
saja saat ia baru membuat 3 buah tiang setelah masjid siap berdiri dan pada
taing ke empat ia kehabisan bahan dan dengan terpaksa menyambungkan semua tatal
atau potongan-potongan kayu dan serbuk kayu dengan kekuatan spiritualnya yang
mengubahnya menjadi soko tatal alias soko guru yang trebuat dari tatal.
4.
Bedug dan Kentongan
Gambar 4. Bedug dan Kentongan Masjid Demak (Google Image,
2015)
Bedug dankentongan yang terdapat di
Masjid Demak juga peninggalan dari kerajaan Demak. Kedua alat ini digunakan
pada masa silam sebagai alat yang digunakan untuk memanggil rakyat ke masjid
agar segera datang untuk melaksanakan sekolah 5 waktu setelah adzan dikumadangkan.
Kentongan yang berbentuk menyrupai tapal kudamemiliki filosofi bahwa jika
kentongan tersebut dipukul, maka rakyat harus datang ke masjid mengerjakan
sholat 5 waktu secepat orang naik kuda.
5.
Situs Kolam Wudlu
Gambar 5. Situs Kolam Wudlu Masjid Demak (Google Image, 2014)
Situs kolam
wudlu dibuat seiring berdirinya bangunan Masjid Demak. Situs itu dahulunya
digunakan sebagai tempat berwudlu para santri atau musafir yang datang ke
Masjid Demak untuk melaksanakan sholat. Namun saat ini situs tesebut tidak
digunakan lagi untuk berwudlu dan hanya boleh dilihat sebagai peninggalan
sejarah.
4.
Maksurah
Maksurah adalah
dinding berukir kaligrafi tulisan Arab yang menghiasai dinding Masjid Demak.
Maksurah tersebut dibuat sekitar tahun 1866M. Tepatnya pada saat Aryo
Purbaningrat menjabat sebagai adipati Demak. Adapun tulisan kaligrafi tesebut
berisi mkna tentang ke-Esa-an Allah.
5.
Dampar Kencana
Dampar
kencana adalah singgasana para Sultan
yng kemudian dialih fungsikan sebagai mimbar kutbah di Masjid Agung Demak.
Peninggalan kerajaan Demakyang satu ini hingga saat ini masih terawat rapi di
dalam tempat penyimpanannya di Masjid Demak.
6.
Piring Campa
Piring Campa
adalah piring pemberian seorang putri dari Campa yang tak lain adalah ibu dari
Radn Fatah. Piring ini berjumlah 65buah. Sebagian dipakai sebagai hiasan
dinding Masjid. Sebagian lagi dipasang di tempat imam.
DAFTAR PUSTAKA
Poesponegoro, Marwati Djoened,
dkk. 2010. Sejarah Nasional 3 Edisi Pemutakhiran. Jakarta: Balai Pustaka
Pane, Sanusi. 1950. Sedjarah
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
(https//id.m,wiwpedia.org/wiki/kerjaan-demak/Diakses pada tanggal 15
November 2016)
(https//fatwarohman.blogspot.in/2012/02/-1/raja-raja-di-kerjaan-demak/Diakses pada
tanggal 15 November 2016)
(http//www.gurusejarah.com/2014/09/peninggalan-dari-kerajaan-demak /Diakses
pada tanggal 16 November 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar