Rabu, 19 April 2017

Kerajaan Banten

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum  Wr Wb
Dengan memanjatkan puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Saya Pebrianti telah menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “Peradaban Islam di Kerajaan Banten” ini, yang bertujuan untuk memenuhi tugas dari dosen sejarah kami. 
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan saya pada khususnya, saya menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu saya menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan, akhir kata saya sampaikan Terimah kasih.
Walaikum’salam Wr Wb
                                                                              Palembang 14 November 2015



                                                  
                                                     Penulis









BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

             Proses perluasan Islam di Jawa Barat lebih banyak dikisahkan melalui gerbang Jawa Barat yakni Cirebon. Proses ini menjadi mungkin karena kondisi kekuasaan politik yang kuat waktu itu di Jawa adalah Jawa Tengah. Tetapi islamisasi Indonesia melalui pintu barat. Oleh karena itu mempunyai kemungkinan besar bila masuknya islam dari pintu gerbang Barat. Dalam hal ini mungkin dari pelabuhan Sunda Kelapa ataupun Banten. Perlu ditambahkan disini bahwa penyebaran Islam melalui jalur perniagaan, sehingga tidak pernah terjadi agresi militer maupun agama. Dalam penyebaran ini Islam tidak mengenal adanya organisasi missi ataupun semacam zending. J.C Van Leur dalam hal ini menjelaskan bahwa setiap pedagang Islam merangkap sebagai da’i. Itulah sebabnya masuk dan meluasnya Islam di Indonesia melalui jalur perniagaan

1.2. Rumusan masalah
1.      Bagaimana proses Islamisasi di kerajaan banten?
2.      Siapa pendiri Agama Islam (tokoh ulama) di kerajaan banten ?
3.      Bagaimana Kehidupan politik,ekonomi,social-budaya dikerajaan banten?
4.      Bagaimana puncak kejayaan kerajaan banten?
5.      Bagaimana terjadinya perang saudara di kerajaan banten?
6.      Bagaimana factor kemunduran kerajaan banten?

1.3. Tujuan masalah
1.      Mengetahui bagaimana proses Islamisasi di kerajaan banten
2.      Mengetahui siapa-siapa pendiri agama islam di kerajaan banten
3.      Mengetahui sejarah banten dari segi kehidupan
4.      Mengetahui sejarah puncak kejayaan kerajaan banten
5.      Mengtahui sebab terjadinya perang saudara di kerajaan banten
6.      Mengetahui factor Kemunduran kerajaan banten


BAB II
PEMBAHASAN

 2.1. Proses Islamisai Kerajaan Di Banten 

Dalam perkembangan sejarah Indonesia, Jawa Barat tidak hanya sekarang saja sebagai wilayah yang sangat penting, baik dari tinjauan geostrategi dan geoplitik dewasa ini. Tetapi Jawa barat juga merupakan tempat pertama timbulnya kekuasaan politik Taruma Negara, membuktikan posisi geografi Jawa Barat mempunyai nilai tersendiri sejak abad ke-5 Masehi. Proses perluasan Islam di Jawa Barat lebih banyak dikisahkan melalui gerbang Jawa Barat yakni Cirebon. Proses ini menjadi mungkin karena kondisi kekuasaan politik yang kuat waktu itu di Jawa adalah Jawa Tengah. Tetapi islamisasi Indonesia melalui pintu barat. Oleh karena itu mempunyai kemungkinan besar bila masuknya islam dari pintu gerbang Barat. Dalam hal ini mungkin dari pelabuhan Sunda Kelapa ataupun Banten.
Perlu ditambahkan disini bahwa penyebaran Islam melalui jalur perniagaan, sehingga tidak pernah terjadi agresi militer maupun agama. Dalam penyebaran ini Islam tidak mengenal adanya organisasi missi ataupun semacam zending. J.C Van Leur dalam hal ini menjelaskan bahwa setiap pedagang Islam merangkap sebagai da’i. Itulah sebabnya masuk dan meluasnya Islam di Indonesia melalui jalur perniagaan. Pertimbangan lain dari keterangan Tome Pires yang menjelaskan keadaan Jawa Barat pada abad ke-16. Bahwa pada tahun 1513 penduduk Cirebon dan Cimanuk (Indramayu) sudah beragam Islam. Yang lebih menarik perhatian kita, Tome Pires menjelaskan situasi pelabuhan Jawa Barat lainnya: Banten, Pontang, Cikande, Tengerang dan Sunda Kelapa, sebagai pelabuhan yang telah banyak dikunjungi oleh pedagang Islam yang berasal dari Malaka, Palembang, Fansur, Tanjungpura, Lawe, Jawa, dan pelabuhan lainnya.

 1.2. Pendiri Agama Islam (Tokoh Ulama) Di Kerajaan Banten

      Ketika kerajaan yang bercorak islam berdiri, pusat kekuasaan yang semula berada di Banten Girang dipindahkan ke Surasowan di Banten lama, dekat pantai. Pemindahan pusat kekuasaan ini dimaksudkan untuk mempermudah hubungan pesisir utara Jawa dengan Sumatra melal ui Selat Sunda dan Samudra Hindia. Penunjukan Surasowan sebagai ibukota kerajaan Banten dilakukan atas perintah Faletehan (Sunan Gunung Jati) kepada puteranya, Hasanuddin, yang kemudian menjadi raja Banten pertama

A.    Fatahillah mangkat pada tahun 1570
Fatahillah mangkat pada tahun 1570 sebagaimana telah dimaklumi di atas, seorang ulama muda anak Pasai yang turun dari Mekkah, telah datang ke Demak dan berkhidmat kepada sultan Trenggono, sehingga diambil menjadi kepala perang untuk menaklukan Banten, atau Jawa Barat. Ulama muda itu bernama Syarif Hidayatullah, Sultan Maulana Nuruddin Ibrahim. Untuk menyebarkan Islam di jawa Barat, langkah Sunan Gunung Jati berikutnya adalah menduduki pelabuhan Sunda yang sudah tua, kira-kira tahun 1527. Ia memperluas kekuasaannya atas kota-kota pelabuhan Jawa Barat lain yang semula termasuk Pajajaran.Dalam pada itu kemenangan Syarif Hidayatullah menaklukan kota Banten mendapat penghargaan tertinggi dari Sultan Trenggono, sehingga beliau diberi gelar Fatahillah. Portugis menyebutnya Faletehan.
Fatahillah sebagai penguasa besar Jawa Barat, meliputi Banten, Jakarta dan Cirebon, apatah lagi beliau masih mengakui bahwa dia memerintah masih di bawah naungan Demak, maka yang pantas disebut sultan Banten pertama adalah ialah Hasanuddin. Sangatlah maju Banten selama pemerintahan baginda selam 18 tahun lamanya. Pelabuhan Banten ramai didatangi saudagar- saudagar dari luar negeri. Setelah 18 tahun memerintah, maka mangkatlah baginda, kebetulan tahun mangkatnya bersamaan dengan mangkat ayahnya Fatahillah, tidak berapa bulan selisihnya, Yaitu di tahun 1570. Kedukaan yang dua kali menimpa rakyat Jawa Barat dalam satu tahun itu, menyebabkan bahwa setelah mangkat Sultan Hasanuddin diberi gelar ”Marhum Sabakingking”, dan makam baginda dinamai ”Sabakingking” artinya tempat duka cita


B.     Setelah Hasanuddin Sultan Banten I (1552 - 1570)
Sultan Hasanuddin meninggal, Dan diganti oleh anaknya, Yusuf , sebagai raja Banten kedua (1570-1580). Ia memperluas wilayah kekuasaan kerajaan Banten sampai jauh kepedalaman yang semula masih dikuasai oleh kerajaan Sunda Pajajaran, dan berhasil menduduki ibukotanya, yakni Pakuan. Yusuf memperluas bangunan masjid Agung dengan membuat serambi dan juga membangun masjid lain di Kasanyutan, sebelah selatan Banten lama.
            Ketika Yusuf wafat, yang berhak naik tahta menggantikannya adalah puteranya yang bernama Maulana Muhamad. Setelah Yusuf meninggal dunia tahun 1580 M, ia digantikan oleh putranya Muhammad, yang masih muda belia. Selama Sultan muhammad masih di bawah umur , kekuasaan pemerintahan dipegang oleh kali (Arab:qadhi, jaksa agung ) bersama empat pembesar lainnya. Raja Banten yang saleh ini, melanjutkan serangan terhadap raja Palembang dan gugur dalam usia 25 tahun pada tahun 1596. Ia meninggalkan seorang anak yang berusia 5 bulan, Sultan mafakhir Mahmud Abdulkadir.
 
C.    Pangeran Yusuf Sultan Banten II (1570 -1580)
Sebelum memegang pemerintahan secara langsung, Sultan berturut-turut berada di bawah 4 orang wali laki-laki dan seorang wali wanita. Ia baru aktif memegang kekuasaan tahun 1626, dan pada tahun 1638 mendapat gelar Sultan dari Mekkah. Dialah raja Banten pertama dengan gelar sultan yang sebenarnya. Ia meninggal tahun 1651 dan digantikan oleh cucunya Sultan Abulfath Abdulfath. Pada masa sultan Abulfath Abdulfath ini tejadi beberapa kali peperangan antara Banten dan VOC yang berakhir dengan disetujuinya perjanjian perdamaian tahun 1659 M. Sebagai kota metropolitan sejak abad ke -14 sampai akhir abad ke -19, Banten mengalami perkembangan jumlah penduduk yang pesat, menurut statistik yang dibuat oleh Sultan Abul Mahasin Zaonal Abidin pada tahun 1694, penduduk Banten berjumlah 31,848 jiwa.
Selama lebih dari tiga abad, Banten sebagai kerajaan Bahari telah menjadi tempat persinggahan dan transaksi perdagangan internasional. Bangsa asing yang berdagang di Banten pada saat itu antara lain Persia, Arab, Keling, Koja, Pegu, Cina, Melayu dan sebagainya. Barang-barang perdagangan yang beredar dan menjadi komiditi di kota Banten adalah sutra, beludru, peti berhias, kertas emas, kipas angin dari Cina, kaca, gading, batu permata dari India, tekstil, dan sebagainya. Walaupun Banten berupa kerajaan Bahari, ternyata juga mengembangkan pertanian. Pertanian telah dikembangkan sejak Sultan Abdul mufakhir Muhammad Abdul Kadir (1596-1651). Dengan dibangunnya sistem irigasi oleh sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682).
Pada peta ikhtisar Banten lama dari tahun 1900 terdapat nama tempat yang menunjukkan adanya sebuah tempat kefakihan pada masa itu. Adanya tempat ini menunjukkan bahwa pada jaman kesultanan Banten, unsur pendidikan islam dikhususkan dan mendapat prioritas utama. Dengan demikian, harapan terhadap para alim ulama begitu tinggi, walau Banten dihancurkan oleh Belanda pada tahun 1813, pada waktu itu juga lahir seorang ulama kenamaan berasal dari Tanahara Tirtayasa, Banten, bernama Nawawi al Banteni. Ratusan buku karangannya dicetak didalam dan luar negeri, antara lain di Mesir dan Beirut. Sampai sekarang semua buku tersebut masih dipelajari dan dibaca oleh umat islam, khususnya di Indonesia.
Banten, Kesultanan, sebuah pemerintahan islam di Banten berdiri sejak tahun 1527, pada mulanya, Banten merupakan daerah kekuasaan kerajaan Hindu Budha pajajaran, pada tahun 1527 Banten direbut oleh dan diperintah oleh Faletehan dari Demak. Sejak saat ini mulai berdiri pemerintahan islam di Banten, yang kelak menjadi kesultanan setelah Demak mengalami kemunduran. Kesultanan Banten mulai meluas kekuasaannya dan mencapai kemajuan di bidang perdagangan sejak pemerintahan Hasanuddin. Ia memerintah Banten setelah kepindahan faletehan ke Cirebon pada tahun 1552. Pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf 1579-1580, Pajajaran ditaklukkan.
Sejak sebelum zaman islam, ketika masih berada di bawah kekuasaan raja-raja sunda (dari Pajajaran , atau mungkin sebelumnya). Banten sudah menjadi kota yang berarti. Dalam tulisan Sunda kuno, cerita parahyangan, disebut- sebut nama wahanten Girang. Nama ini dapat dihubungkan dengan Banten, sebuah kota pelabuhan ujung barat pantai utara Jawa. Pada tahun 1524/1525 sunan gunung jati dari Cirebon, meletakkan dasar bagi pengembangan agama dan kerajaan islam serta bagi perdagangan orang-orang islam disana. Menurut sumber tradisional , penguasa Pajajaran di Banten menerima Sunan gunung Jati dengan ramah tamah dan tertarik masuk islam. Ia meratakan jalan bagi kegiatan pengislaman disana. Dengan segera ia menjadi orang yang berkuasa atas kota itu dengan bantuan tentara jawa yang memang dimintanya. Namun, menurut berita Barros, penyebaran islam dijawa barat tidak melalui jalan damai, sebagaimana disebut oleh sumber tradisional. Beberapa pengislaman mungkin terjadi secara sukarela, tetapi kekuasaan tidak diperoleh kecuali dengan menggunakan kekerasan. Banten, dikatakan justru diserang dengan tiba-tiba.

D.    Maulana Muhammad Sultan Banten III (1580 – 1596)
Keadaan Banten pada masa Sultan Maulana Muhammad dapat diketahui berdasarkan kesaksian Willem Lodewycksz yang mengikuti Cornelis de Houtman yang mendarat di pelabuhan Banten tahun 1596. Dari catatan mereka diketahui bahwa Kota Banten mempunyai tembok tembok yang lebarnya lebih dari depa orang dewasa dan terbuat dari bata merah. Diperkirakan besarnya sebesar kota Amsterdam tahun 1480 M dan orang dapat melayari seluruh kota Banten melalui banyak sungai. Setiap kapal asing yang hendak berlabuh di Bandar Banten diharuskan melalui semacam pintu gerbang dan membayar bea masuk. Transaksi perdagangan di pasar ini berjalan mudah karena mata uang dan pertukaran mata uang (money changer) sudah dikenal.
Maulana Muhammad terkenal sebagai orang yang saleh. Untuk kepentingan penyebaran agama Islam, beliau banyak mengarang kitab agama Islam dan membangun masjid hingga ke pelosok negeri. Sultan juga menjadi khatib dan imam untuk setiap shalat Jum’at dan Hari Raya. Pada masa kepemimpinannya, Masjid Agung diperindah dengan melapisi dinding dengan keramik dan kolomnya dengan kayu cendana, untuk tempat shalat perempuan disediakan tempat khusus yang disebut pawastren atau pawadonan. Sultan Maulana Muhammad wafat pada tahun 1596 pada saat penyerangan ke Palembang, perang yang dimulai akibat bujukan Pangeran Mas, keturunan dari Kerajaan Demak yang ingin menjadi Raja Palembang. Sultan tertembak ketika memimpin pasukan dari kapal Indrajaladri di Sungai Musi. Sultan Maulana Muhammad wafat di usia 25 tahun, dimakamkan di serambi Masjid Agung dan beroleh gelar Pangeran Seda ing Palembang atau Pangeran Seda ing Rana. Sultan meninggalkan putra yang baru berusia lima bulan, yaitu Abul Mafakhir, yang ditunjuk sebagai penggantinya.

E.     Abul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir Sultan Banten IV (1596 -1651)
Sultan Abul Mafakhir yang baru berusia lima bulan, untuk menjalankan roda pemerintahan maka ditunjuklah Mangkubumi Jayanegara, seorang tua yang lemah lembut dan luas pengalamannya dalam pemerintahan sebagai walinya. Masa awal pemerintahan Sultan yang masih balita ini merupakan masa masa pahit dalam sejarah Kesultanan Banten karena banyaknya perpecahan dalam keluarga kerajaan, dengan berbagai kepentingan yang berbeda serta keinginan untuk merebut tahta kerajaan. Pada saat Mangkubumi Jayanegara wafat di tahun 1602 M, perwalian dikembalikan ke ibunda sultan, Nyai Gede Wanagiri. Nyai Gede Wanagiri yang telah menikah kembali, mendesak agar suami barunya ditunjuk sebagai Mangkubumi. Mangkubumi yang baru ini, dalam kenyataannya banyak menerima suap dari pedagang asing, sehingga tidak memiliki wibawa dan  keputusannya lebih banyak tidak ditaati. Kekacauan di dalam negeri semakin membesar dan tidak dapat ditangani karena Mangkubumi lebih sibuk mengurus keributan yang ditimbulkan oleh pedagang Belanda dengan pedagang Inggris, Portugis, maupun pedagang dalam negeri.
Puncak dari kekacauan itu adalah dibunuhnya Mangkubumi, yang memicu terjadinya perang saudara yang dikenal dengan nama Perang Pailir, yang terjadi di tahun 1608 – 1609 M. Perang untuk memperebutkan tahta yang dilancarkan oleh Pangeran Kulon, saudara sultan lain ibu ini, dapat dihentikan atas usaha Pangeran Jayakarta hingga dibuat perjanjian perdamaian antara semua pihak. Salah satunya adalah diangkatnya Pangeran Ranamanggala sebagai Mangkubumi dan wali dari sultan muda, semenjak itu Banten menjadi aman kembali. Pangeran Ranamanggala adalah putra Maulana Yusuf, saudara beda ibu dengan Sultan Maulana Muhammad. Selama menjabat sebagai Mangkubumi, tindakan utama yang diambil adalah mengembalikan stabilitas keamanan Banten dan menegakan peraturan untuk kelancaran pemerintahan, yang bahkan Sultan sendiri tidak diperkenankan untuk ikut campur. Dengan cara demikian, Banten dapat terselamatkan dari kehancuran akibat rongrongan dari dalam amupun luar negeri. Mangkubumi dalam menghadapi bangsa asing tidak berat sebelah atau memihak pihak manapun. Beberapa kebijakan penting yang diambil :

·         Penghapusan keharusan bagi pedagang Cina untuk menjual lada kepada pedagang Belanda
·         Penetapan pajak ekspor lada dan pajak impor bagi barang barang yang sebelumnya tidak terkena pajak
·         Pemberlakuan pajak yang lebih tinggi bagi pedagang dari Belanda. Hal ini dilakukan agar pedagang dari Belanda tidak berniaga di Banten karena perilaku pedagang Belanda yang kasar dan mau mencampuri urusan pemerintahan dan dalam negeri Banten

 2.3. Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya

A.    Kehidupan Politik
Sultan pertama Kerajan Banten ini adalah Sultan Hasanuddin yang memerintah tahun 1522-1570. Ia adalah putra Fatahillah seorang panglima tentara Demak yang perna diutus oleh Sultan Trenggana menguasai Bandar-bandar di Jawa barat. Pada waktu kerajaan demak berkuasa, daerah banten merupakan bagian dari kerjaan Demak. Namun setelah kerajaan Demak mengalami kemunduran, banten akhirnya melepas diri dari pengaruh penguasaan Demak . Jatuhnya Malaka ketangan Portugis (1511) membuat para pedagang muslim memindakan jalur pelayarannya melalui Selat Sunda. Pada pemerintahan Sultan Hasanuddin, kerajaan Banten berkembang menjadi pusat perdagangan Hasanuddin memperluas kekuasaan Banten ke daerah penghasil lada, lampung disumatra selatan yang sudah sejak lama mempunyai hubungan dengan Jawa Barat. Dengan demikian ia telah meletakan dasar-dasar bagi kemakmuran Banten sebagai pelabuhan lada. Pada tahun 1570 Sultan Hasanuddin Wafat
Penguasa Banten selanjutnya adalah Maulana Yusuf (1570-1580), putra Hasanuddin. Di bawah kekuasaannya Kerajaan Banten pada tahun 1579 berhasil menaklukan dan menguasai kerajaan pejajaran (hindu). Akibatnya pendukung setia Kerajaan Pejajaran menyingkir ke pedalaman, yaitu daera banten selatan, mereka dikenal dengan suku Badui. Setelah penjajaran di taklukan konon kalangan elite sunda memeluk agama islam Maulana Yusuf digantikan oleh Maulana Muhammad (1580-1596). Pada akhir kekuasannya, Maulana Muhammad menyerang KeSultanan Palembang. Dalam usaha menaklukan Palembang , maulana Muhammad tewas dan selanjutnya putra mahkotanya yang bernama Pangeran Ratu naik tahta. Ia bergelar Sultan Abu Mufakhir Mahmud Abdul Kadir Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa putra pangeran Ratu yang bernama Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). Ia sangat menentang kekuasaan Belanda. Usaha untuk mengalahkan orang-orang Belanda yang telah membentuk VOC serta menguasai pelabuhan jayakarta yang dilakukan oleh sulta Ageng Tirtayasa. Banten mulai dikuasai oleh Belanda di bawah pemerintahan Sultan Haji.



B. Kehidupan Ekonomi
            Banten dibawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa dapat berkembang menjadi Bandar perdagangan dan pusat penyebaran agama islam. Adapun factor-faktornya ialah:
1)      Letaknya setrategis dalam lalu lintas perdagangan
2)      Jatunya malaka ketangan portugis sehingga pedagang islam tidak lagi singgah ke malaka namun langsung menuju Banten
3)      Banten mempunyai ekspor penting yakitu lada
Banten yang menjadi maju banyak dikunjungi pedagang-pedagang dari Arab,Gujarat,Persia,Turki Cina dan sebagainya. Dikota dagang banten segera terbentuk perkampungan-perkampungan menurut asal bangsa itu, seperti orang-orang Arab mendirikan kampung pakojan, orang cina mendirikan kampong pacinan. Orang-orang Indonesia mendirikan Kampung Banda, Kampong Jawa dan sebagainya.

C. Kehidupan Sosial-Budaya
Sejak banten di islam kan oleh Fatahillah (Faletahan) 1527 kehidupan social mastarakat secara berangsur-angsur mulai berlandaskan ajaran-ajaran Islam. Setelah Banten berhasil mengalahkan Penjajaran pengaruh islam makin kuat didaera pedalaman. Pendukung sebagai Suku Badui. Kepercayaan meraka di sebut Pasun dan Kawitan yang artinya Pasundan yang pertama Meraka mempertahankan tradisi-tradisi lama dan menolak pengatih Islam Kehidupan social masyarakat Banten semasa Sultan Ageng Tirtayasa cukup baik karena sultan memperhatikan kehudupan dan kesejateraan rakyatnya. Namun setelah Sultan Ageng Tirtayasa meninggal dan adanya campur tangan Belanda dalam kehidupan social masyarakat berubah merosot tajam. Seni budaya masyarakat ditemukan dalam masjid Agung Banten (tumpang lima), dan banguna gapura-gapura di Kaibon Banten. Disamping itu juga bangunan istana yang dibangun oleh Jan Lukas Cardeel. Orang Belanda, pelarian dari Batavia yang telah menganut agama Islam, Susuna istananya menyerupai istana raja Eropa. 

1.4. Puncak kejayaan Kerajaan Banten
Kesultanan Banten merupakan kerajaan maritim dan mengandalkan perdagangan dalam menopang perekonomiannya. Monopoli atas perdagangan lada di Lampung, menempatkan penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang perantara dan Kesultanan Banten berkembang pesat, menjadi salah satu pusat niaga yang penting pada masa itu. Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara, Banten menjadi kawasan multi-etnis. Dibantu orang Inggris, Denmark dan Tionghoa, Banten berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina dan Jepang.
Masa Sultan Ageng Tirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang sebagai masa kejayaan Banten. Di bawah dia, Banten memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten Dalam mengamankan jalur pelayarannya Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan Tanjungpura (Kalimantan Barat sekarang) dan menaklukkannya tahun 1661. Pada masa ini Banten juga berusaha keluar dari tekanan yang dilakukan VOC, yang sebelumnya telah melakukan blokade atas kapal-kapal dagang menuju Banten

 2.5. Perang Saudara Kerajaan Banten
Sekitar tahun 1680 muncul perselisihan dalam Kesultanan Banten, akibat perebutan kekuasaan dan pertentangan antara Sultan Ageng dengan putranya Sultan Haji. Perpecahan ini dimanfaatkan oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang memberikan dukungan kepada Sultan Haji, sehingga perang saudara tidak dapat dielakkan. Sementara dalam memperkuat posisinya, Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar juga sempat mengirimkan 2 orang utusannya, menemui Raja Inggris di London tahun 1682 untuk mendapatkan dukungan serta bantuan persenjataan. Dalam perang ini Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya dan pindah ke kawasan yang disebut dengan Tirtayasa, namun pada 28 Desember 1682 kawasan ini juga dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC. Sultan Ageng bersama putranya yang lain Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf dari Makasar mundur ke arah selatan pedalaman Sunda. Namun pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng tertangkap kemudian ditahan di Batavia
 Sementara VOC terus mengejar dan mematahkan perlawanan pengikut Sultan Ageng yang masih berada dalam pimpinan Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf. Pada 5 Mei 1683, VOC mengirim Untung Surapati yang berpangkat letnan beserta pasukan Balinya, bergabung dengan pasukan pimpinan Letnan Johannes Maurits van Happel menundukkan kawasan Pamotan dan Dayeuh Luhur, di mana pada 14 Desember 1683 mereka berhasil menawan Syekh Yusuf. Sementara setelah terdesak akhirnya Pangeran Purbaya menyatakan menyerahkan diri. Kemudian Untung Surapati disuruh oleh Kapten Johan Ruisj untuk menjemput Pangeran Purbaya, dan dalam perjalanan membawa Pangeran Purbaya ke Batavia, mereka berjumpa dengan pasukan VOC yang dipimpin oleh Willem Kuffeler, namun terjadi pertikaian di antara mereka, puncaknya pada 28 Januari 1684, pos pasukan Willem Kuffeler dihancurkan, dan berikutnya Untung Surapati beserta pengikutnya menjadi buronan VOC. Sedangkan Pangeran Purbaya sendiri baru pada 7 Februari 1684 sampai di Batavia.


 2.6. Kemunduran Kerajaan Banten
Bantuan dan dukungan VOC kepada Sultan Haji mesti dibayar dengan memberikan kompensasi kepada VOC di antaranya pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC, seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Selain itu berdasarkan perjanjian tanggal 17 April 1684, Sultan Haji juga mesti mengganti kerugian akibat perang tersebut kepada VOC.
Setelah meninggalnya Sultan Haji tahun 1687, VOC mulai mencengkramkan pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya diangkat mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar tiga tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten. Perang saudara yang berlangsung di Banten meninggalkan ketidakstabilan pemerintahan masa berikutnya. Konfik antara keturunan penguasa Banten  maupun gejolak ketidakpuasan masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC dalam urusan Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak pada masa akhir pemerintahan Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di antaranya perlawanan Ratu Bagus Buang dan Kyai Tapa. Akibat konflik yang berkepanjangan Sultan Banten kembali meminta bantuan VOC dalam meredam beberapa perlawanan rakyatnya sehingga sejak 1752 Banten telah menjadi vassal dari VOC


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 
Kerajaan Banten didirikan oleh Fatahillah (1527). Semula, Banten merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Hindu Pajajaran. Kemudian, Banten direbut dan diperintah oleh Fatahillah dari Demak. Pada tahun 1552, Fatahillah menyerahkan Banten kepada putranya, Hasanuddin. Fatahillah sendiri pergi ke Cirebon dan berdakwah di sana sampai wafat (1570). Ia dimakamkan di desa Gunung Jati. Oleh karena itu, ia disebut Sunan Gunung Jati.




Daftar pustaka
http://ridwanaz.com/umum/sejarah/sejarah-kerajaan-banten-beserta-kehidupan-politiksosial-  dan-budaya/






1 komentar:

  1. Betway App for Android and iOS - JTM Hub
    Betway App, available for 김제 출장안마 download and available 청주 출장샵 on iOS and Android 오산 출장샵 devices. Betway is a popular 김포 출장안마 betting 안산 출장샵 app for sports and casinos.

    BalasHapus